Jumat, 02 November 2018

TRAVELING KE ANGKOR WAT (PART III)


 A Perfect Reflection of Angkor Wat Sunrise
Hello good readers! Please open the links below before you read “Traveling ke Angkor Wat (Part III)”:

Note : Don’t forget to use “Translate Feature” on my blog and choose a language you like (more than 100 languages, including Japanese – Korean – Khmer – Thai – and so on). Thank you so much!
 Super dramatic of Borobudur Sunrise, Central Java - Indonesia

I am a professional guide who has special interests about history, temple, nature, and culture. If Cambodia has the biggest Hindu temple in Southeast Asia and one of the biggest religious sites in the world, Indonesia also has the single largest Buddhist temple in the world where located in Central Java. Both of them are UNESCO World Heritage Sites. Borobudur got status as World Heritage Site in 1991 and Angkor Wat in 1992. For me, visiting Angkor Wat is a bucket list! 

To understand about one country, in my opinion, visiting the national museum is a must for getting general knowledge.  For me, visiting Angkor National Museum in Siem Reap is very important. I wanna see with my own eyes the profile of King Jayavarman II (802 – 850 AD), the founder of Angkor Dynasty.  
Siem Reap is hot and humid!

Berbekal peta pemberian dari Miss. Pheam yang sederhana, saya jalan kaki menuju Angkor National Museum yang hanya berjarak sekitar 2 km saja dari Happy Guesthouse. Duh, panas dan lembap mulai terasa! Kemudian setelah berjalan 1 km keringat mulai bercucuran, kaos mulai basah, hauspun mendera. “Damn! The temperature is 36 degree celcius?!” hanya membatin saja tentunya. Bahaya kan kalau sembarangan mengumpat? Wekekeke… 

Saya jadi teringat traveling ke Thailand pada bulan maret  tahun 2016 silam. Sungguh salah pilih bulan saya! Saat itu suhu di Bangkok – Ayutthaya – Chiang Mai – Chiang Rai antara 36 – 38 derajat celsius! Pulang liburan, saya jadi hitam kayak orang Negro.  So hot and so humid! 
Karena dehidrasi, mampirlah saya ke local convenience store dekat pom bensin, niat ngadem sejenak dan sekaligus beli air mineral. Sekalian lihat-lihat, kira-kira apa sih produk-produk Kamboja yang tersedia? Hah! Ada Indomie Goreng? Seharga USD 1–1.50?! Wow! Indomie Goreng memang mendunia! Tetapi harganya mahal! 

Tentu saja saya gak beli. Amit-amit deh. Masak traveling keluar negeri makan Indomie? Kayak gak pernah makan mie instant saja. Di Malaysia, Thailand, dan Brunei juga ada Indomie Goreng tetapi gak semahal disini. Bahagialah kalian jadi warga Indonesia karena hanya dengan IDR 2200, kalian bisa makan Indomie! Salam micin!
 Cambodia is not cheap for Indonesian travellers
What?! Nivea deodorant seharga USD 3.50?! Busyet deh. Harga yang keterlaluan! Yang murah hanya air mineral seharga USD 1, Wet Tissue mini USD 1,  dan Nivea deodorant mini seharga USD 1.50. Kejaammmm!! Hik hik hik…

Disinilah saya merasa sedih! Traveling ke Kamboja serasa jalan-jalan ke Brunei atau Singapura yang harganya pakai dolar! Mata uang lokal, Cambodian Riel seperti tidak terpakai disini. Saya bayarnya pakai Riel dong. Mbak kasir mengkonversikan harga USD yang tercantum di produk dengan Riel, otomatis melalui komputer! Sudah tersistem! Dan, tetap saja mahaalll!! I hate it! So, Cambodia for Indonesian is not cheap, guys. 
A small Vihara 
Saya melanjutkan perjalanan melewati alun-alun Siem Reap yang ada wihara kecilnya dan juga ada satu  tempat pemujaan di bawah pohon, di tengah jalan. Karena tertarik dengan arsitekturnya, saya hanya berjalan mengelilinginya saja. Sayangnya saya tidak bisa masuk karena bukan untuk turis. Di depan wihara ada taman kecil. Ada beberapa pasang muda-mudi bercengkerama dan beberapa emak-emak (wekekeke) jualan minuman dingin serta cindera mata. 
Kemudian, tidak jauh dari taman ada bangunan bersejarah, Grand Hotel D’Angkor yang biasanya dijadikan tempat menginap tamu-tamu negara, VIP, atau orang-orang kaya. Asyik ya jadi orang kaya! Saya melihat beberapa bis besar di depan hotel tersebut. The power of tourism! Gak ada Angkor Wat, dijamin gak ada turis asing di kota kecil seperti ini.  Lalu, ada papan penunjuk jalan ke museum. Yes! Sebentar lagi sampai. 
Grand Hotel D'Angkor
Angkor National Museum sebenarnya belum terlalu lama berdiri. Museum ini dibangun pada bulan November tahun 2007 yang berisi koleksi-koleksi masterpiece dari Situs Konservasi Angkor dan Museum Nasional Phnom Penh. Trip saya adalah overland Kamboja – Vietnam. Jadi, Phnom Penh adalah salah satu tujuan utama saya.  
Angkor National Museum is the best museum in Cambodia
Tidak diwajibkan menggunakan guide lokal di Museum ini. Museumnya sangat besar, dua lantai dan terkoneksi dengan shopping mall di sampingnya. Very creative! Biasanya kalau di Indonesia, mall itu gandengan  dengan hotel. Uniknya lagi, rute museum ini dimulai dari lantai 2 yang memiliki 3 galeri:
1. Gallery A : Khmer Civilization
2. Gallery B : Religion and Beliefs
3. Gallery C : The Great Khmer Kings (galeri inilah tujuan utama saya). Kemudian menuruni lantai satu yang memiliki 4 galeri :
4. Gallery D : Angkor Wat
5. Gallery E : Angkor Thom
6. Gallery F : Story from stones
7. Gallery G : Ancient Costumes
 Nice pool inside of the museum
Setelah membayar USD 12, saya langsung berjalan menuju lantai 2. Karena saya memang sudah belajar banyak tentang Kamboja, Galeri A dan Galeri B tidak terlalu menarik lagi. Tetapi Galeri C inilah yang paling menarik. 

Sesuai judulnya, ini galeri khusus tentang Raja – Raja Khmer terdahulu yang menguasai Kamboja (Jayavarman II, Yasovarman I, Suryavarman II, dan Jayavarman VII). Saya tuliskan penjelasan resmi dari Pemerintah Kamboja tentang Raja Jayavarman II. 

Karena dari sekian banyaknya interpretasi dari pakar sejarawan tentang Prasasti Sdok Koh Thom (itu nama candi juga), Pemerintah Kamboja menggunakan interpretasi yang telah lebih dulu populer dan tentunya ada referensi-referensi yang digunakan. 

Sehingga sebagai guide, saya semakin yakin bisa menggunakan interpretasi yang sama. Begini penjelasannya tentang Raja Jayavarman II:
A statue of King Jayavarman II 

Jayavarman II (802 – 850 AD)
King Jayavarman II performed a ceremony for the liberation of the country from Java and declared himself as a Cakravartin (Universal Monarch) or the supreme government in Kampujadesa. He invited a wise Brahman named Hiranyadama from Janapada (Janapada is India) who prepared the ritual ceremony and enshrined the royal Linga (the phallus of Shiva) on the Mahendraparavata, Kulen mountain in the present day (Source: Angkor National Museum, Gallery C).

Pakar sejarah senior yang mendukung interpretasi ini adalah Bernard Philippe Groslier penulis buku "Indochina Cross Culture". Menurut Groslier, Jayavarman II memiliki hubungan keluarga agak jauh dengan dinasti-dinasti Kamboja terdahulu. Ia dibawa pasukan Wangsa Syailendra ke Jawa, dan tinggal di istana Wangsa Syailendra.

 Ia pulang ke Kamboja menjelang 790 Masehi dan jelas-jelas terinspirasi oleh teori pemerintahan Wangsa Syailendra. Perlu diingat, bahwa kekuasaan Wangsa Syailendra saat itu mencakup sebagian besar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Semenanjung Malaya. 

Dr. Tan Ho Soon , seorang Buddhist Scholar lulusan Universitas Sri Lanka yang ahli Bahasa Pali dan seorang sejarawan terkemuka,  sekaligus pendiri Nalanda Institute Malaysia (NIM) mengatakan bahwa Wangsa Syailendra memang pernah menaklukkan Kamboja dan membawa pangeran mahkotanya Jayavarman II, sebagai tahanan politik sekaligus dididik berbagai macam  ilmu oleh Wangsa Syailendra. 
 Borobudur Temple is built by Syailendra Dynasty in the 8th-early 9th Century

Ketika Jayavarman II kembali ke Kamboja, Wangsa Syailendra sedang membangun Mega Proyek Candi Borobudur. Wangsa Syailendra kehilangan kontrol total atas Kamboja saat Jayavarman II mendeklarasikan kemerdekaan rakyat Kamboja pada tahun 802 Masehi, mendirikan Sekte Dewaraja yang memuja Siwa. Kata “liberation” dalam bahasa inggris adalah usaha untuk merdeka. 

Suatu negara memang sudah sewajarnya bangga dengan segala apa yang dimiliki. Di Museum Nasional Jakarta juga dijelaskan bahwa Indonesia pada masa silam ada dua kekaisaran besar yaitu Sriwijaya dan Majapahit. 

Bukti Sriwijaya itu ada, bisa kita pelajari dari prasasti lokal di Pulau Sumatera,  Museum Nasional Bangkok, Kronik Tiongkok (Chinese Chronicles) , Prasasti Nalanda (India Utara), Prasasti Thailand Ligor (Nakon Si Thammarat), Peta Politik Indocina di Istana Raja Kamboja (Phnom Penh), dan  Museum Angkor ini. 

Jadi, kadang saya sedih jika tahu ada generasi muda Indonesia yang tidak percaya kalau Sriwijaya itu eksis! Itulah kenapa, saya anjurkan siapapun yang punya uang untuk jalan-jalan. Tidak harus jauh-jauh sampai ke Eropa, Turki, atau Jepang! Yang dekat-dekat saja misalnya ASEAN. Memang menyedihkan mengetahui dunia literasi Indonesia yang rendah. 
Saya memang bukan ahli sejarah bergelar Doctor of Philosophy alias P.hD., tetapi semangat belajar tidak boleh kalah dengan gelar itu. Saya menyakini, bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk belajar apapun. Belajar tidak harus di sekolah atau di ruang lingkup pendidikan formal. Belajar bisa dimana saja.

Belajar juga bisa melalui traveling dan mengamati fenomena alam. Bagi saya, orang hidup harus punya prinsip. Kamu boleh berprinsip apapun, asal tidak merugikan orang lain, tidak berbuat jahat, dan tidak menzolimi. Tentunya prinsip yang dimaksud disini adalah yang baik-baik saja. Dan, prinsip saya adalah learning through travelling.  

TO BE CONTINUED TO THE PART IV (BERSAMBUNG)

Expense (Day 1) in Cambodia:
1. Transfer in by Rmok to Happy Guesthouse : USD 9 + USD 1 (Tip)
2. Happy Guesthouse (spring bed + shower + fan) : USD 8   
3. Brunch (Breakfast Lunch + Drink) : USD 4
4. Royal Apsara + Dinner + Rmok Service PP : USD 16
5. Angkor National Museum : USD 12
6. Beli Buku tentang Angkor Wat : USD 10
7. Mineral water (2 botol) : USD 2
8. Tissue Basah + Deodoran kecil Nivea : USD 2.50
9. Souvenir Magnet Exclusive (2) : USD 3
10. Beer Angkor 2 kaleng : USD 3.50
Total : USD 71

Tidak ada komentar:

Entri yang Diunggulkan

Kawah Ijen

(A volcano with green lake, sulfur mining, blue fire, and amazing trekking route) If you are reading my articles, you will ge...