Hai guys? Traveling saat ini di Indonesia menjadi lifestyle. “Tidak keren kalau tidak traveling”, begitu kata orang-orang. Bagi saya, apapun alasan anda
melancong itu sah-sah saja. Untuk pamer ke teman-teman via media sosial? Ingin
populer? Mencari ilmu dan pengalaman? Proyek buku baru? Rekreasi? Bisnis?
Sekedar hobi? Selingkuh? Pencarian jati diri? Foto pre wedding? Untuk kepentingan acara gossip di TV? Mabuk-mabukan di
negara orang? Untuk sex experience or
married experience? Ingin pesta-pesta? Main judi di kasino? Sah!. Selama
kalian punya uang, kalian bisa traveling
kemana saja dengan motif apapun, dan dengan segala konsekuensi dan risikonya. “Everything has consequences”. Kemudian,
timbullah suatu pertanyaan.
“Because your money is yours, so you can
decide about what kind of traveling styles do you like?”. Backpacking? Flashpacking?
Gap-packing? Luxurious traveling? Cruise?, up to you guys. You wanna be
backpacker? Beer-packer? Sex-packer? Glam-packer?, up to you guys. But for me,
I just wanna be a traveler, and then I am traveling”. Saya tidak mau yang
mewah, tetapi juga tidak mau yang gembel-gembel
banget seperti mayoritas para Bulre alias Bule Kere (Poor White People) di Khao San Road, melainkan menjadi pelancong
yang kondisional dan proporsional saja, sesuai keperluan. It depends on your time, your will and your money when you are
traveling. Saya ada pengalaman selama 5 hari di kota Bangkok, di bulan
maret 2016 ini.
(Resting point in Chiang Rai Province, Thailand)
Hampir semua
transportasi di Thailand, khususnya kota Bangkok sudah saya coba. Mulai dari
kereta api, Tuk-Tuk, taksi motor, BTS SkyTrain, MRT, taksi, menyewa motor,
minivan dan bis VIP, juga Chao Phraya Express Boat, serta bis kota kelas
ekonomi. Bahkan, menikmati beberapa destinasi terkenal di kota Bangkok dengan
jalan kaki sampai belasan kilometer pun, saya lakukan. Pertanyaan-nya kenapa?
Karena saya pelancong, saya mau dan saya mampu melakukannya.
Ya,
sesederhana itu guys. Ada satu alasan
lagi sih, karena saya ini seorang guide alias pemandu wisata atau pramuwisata.
Saya harus paham sistim transportasi di Bangkok, agar ketika kedepan membawa
klien dari Indonesia ke Bangkok, maka saya tau apa yang harus saya lakukan.
Kelas ekonomi
menengah keatas di Indonesia, sudah beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan, sehingga banyak orang Indonesia, khususnya yang tinggal di
kota-kota besar yang ingin traveling.
Kemudian, muncullah fenomena menjamurnya buku-buku panduan perjalanan dengan
ciri khasnya masing-masing. Sebagian penulis adalah living legends, dan sebagian yang lain merupakan pendatang baru.
Ada buku yang
ditulis oleh orang Indonesia yang lama tinggal disuatu negara, ada buku gimana
caranya bisa ke beberapa destinasi atau negara dengan bujet sekian, ada yang
terang-terangan menuliskan “backpacking” pada judul bukunya, ada buku yang
fokus mengulas satu negara, ada buku yang mengedepankan cerita berdasarkan
pengalaman pribadi, ada buku yang mengulas pengalaman traveling bersama
pasangan (so sweet), ada buku traveling yang mengharu biru dan drama,
ada yang bergaya jurnalistik dan terkesan agak serius, dan lain-lain. Saya bisa
menuliskan hal ini, karena saya memiliki buku-buku tersebut. Bagi saya, itu
sah-sah saja. Mereka berkarya, dan harus terus didukung.
(Borobudur Sunrise. This picture is taken by Ang Gaik Hoon, my friend from Malaysia)
Di Indonesia sendiri
ada banyak destinasi indah yang menunggu untuk dieksplorasi, dan dinikmati
kecantikannya. Pemerintah Indonesia juga gencar melakukan promosi hingga keluar
negeri, atau via internet seperti situs YouTube. “Please check it out on YouTube, Wonderful Indonesia North Sumatera,
West Sumatera, Jakarta, West Java, Yogyakarta, East Java, Bali, Lombok, Flores,
Tana Toraja, Komodo & Labuan Bajo, and West Papua”.
Bagi saya traveling itu nikmat, dan memang tidak
harus keluar negeri. Sekali lagi, itu semua tergantung kemauan, kemampuan, dan
kondisi setiap traveler yang
berbeda-beda. Jadi, ayo traveling
kemanapun kalian suka, dengan gaya apapun yang kalian mau. Nikmati hidupmu,
karena hidup ini hanya sebentar. Karena, “life
is traveling”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar