Halo Guys?
Dua minggu lebih tidak menerbitkan tulisan di blog ini, dan saya rindu
karenanya. Entah mengapa ide yang muncul dari dalam pikiran saya adalah soal
mata uang kita tercinta, Rupiah. Saya cinta Indonesia, karena saya lahir di
negara ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tentu saja saya
cinta rupiah sebagai mata uang yang sah di Indonesia. Dalam dunia valuta asing
alias valas (foreign exchange), nama mata uang rupiah disingkat menjadi IDR (Indonesian
Rupiah), dan bagi kalangan para traveler dari mancanegara, mata uang kita ini
cukup terkenal akan nominalnya yang mayoritas membuat mereka bingung, serta membuat
mereka menjadi “millionaire” di Indonesia.
Kata mereka “too many zero”. Saya pun merespon, “too many zero sir/madam? You have to search Google and you will know
if Vietnam Dong is the worst one in Southeast Asia. You will more confuse, but
in Vietnam you can use USD”.
Sebagai
seorang pemandu wisata, pada hari pertama bertemu klien di bandara ada beberapa
ritual wajib yang biasa saya lakukan seperti menyapa dengan senyuman dan
memperkenalkan diri, menanyakan kepada tamu apakah ingin ke toilet sebelum
memulai tur, menjelaskan secara singkat tentang itinerary, dan apakah sudah mempunyai rupiah sebagai alat
pembayaran resmi di Indonesia.
Sejak tanggal
1 Juli 2014, pemerintah Indonesia mewajibkan menggunakan mata uang rupiah bagi
semua transaksi yang dilakukan di Indonesia. Hal ini berlaku untuk semua insan
pariwisata juga tentunya, baik itu perhotelan, travel agen, restoran, dan
pembelian cinderamata alias souvenir. Terkadang penggunaan mata uang asing
untuk membeli souvenir atau membayar makanan di restoran masih diperbolehkan
tetapi rate nya tidaklah baik, itulah
mengapa saya selalu menyarankan klien saya untuk harus memiliki rupiah.
“Indonesia right now is not like Cambodia or
Vietnam which you can use USD or Euro for your transactions in traveling
sir/madam” kata saya. Dan selalu mereka respon dengan pertanyaan “why?”. “Because this is about pride, and
one of the Indonesian government policies against foreign exchange, especially
USD”. Ketika sudah memiliki rupiah, maka saya menjelaskan dan memberi
contoh kasus bagaimana mereka bisa menggunakannya secara bijak, dengan nada
setengah bercanda.
“ You can use IDR 100, IDR 200, and IDR 500
for buying small candy. IDR 1000 and IDR 2000 are for toilet. IDR 5000 is for
motor parking fee and IDR 10.000 for car parking fee in Prambanan and Borobudur
temples. IDR 20.000 is for buying a good portion of Mie Ayam (Indonesian Chicken Noodles) or Bakso (Indonesian Meat Balls Soup), IDR 50.000 is
for a good portion of Mie Ayam in Madam Tan Restaurant Yogyakarta, and IDR 100.000
for two portions, of course”. Dan, klien saya pun tersenyum atau tertawa. Penjelasan
ini menurut saya penting, sehingga klien paham dan jangan sampai memberi tipping dengan uang IDR 2000. “That is not good”.
Pengalaman
terbaru, saat saya traveling ke
Thailand sejak tanggal 9 – 21 maret 2016. Sebenarnya saya membawa uang cukup
dalam bentuk Thailand Baht (THB) dari Indonesia, tetapi karena sesuatu yang
“unexpected” dalam traveling, membuat
saya harus memiliki Thailand Baht lagi. Sangat disayangkan apabila menukarkan
USD yang saya miliki, maka iseng-iseng saya menukarkan IDR 150.000 ke money changer terdekat dari apartemen
pacarnya teman saya, di daerah On Nut, Bangkok. Dan, ditolak!. “I am so sad”. Kata petugasnya, “Singapore Dollar okay, US Dollar okay, Euro
okay, but Indonesian Rupiah no”. Indonesian Rupiah (IDR) di Thailand mungkin
dibeberapa tempat masih laku, seperti di pasar tradisional tapi percayalah
jangan terlalu berharap banyak.
Lain di
Thailand, lain pula di Malaysia. Di Malaysia, khususnya di Pulau Pinang yang
terkenal akan situs heritage seperti
Georgetown itu, Indonesian Rupiah (IDR) disejajarkan dengan USD pada papan nama
alias nameplate di salah satu authorized money changer disana. Saya
dan rekan seperjalanan saya, Sofyan melihat hal itu heran. Bisa jadi ini adalah
marketing strategy, agar para pekerja
dari Indonesia di Pulau Pinang mau menukarkan mata uang rupiah disana. Ini
unik, dan apapun alasannya, mungkin hanya di Malaysia ada money changer yang mensejajarkan IDR dengan USD, Ya, bagaimanapun Malaysia itu adalah negara
satu rumpun, satu rantau.
Kalau saya pribadi
lebih menyukai jika nominal IDR dipotong, mungkin maksimal menjadi IDR 1000
seperti Thailand Baht (THB) dan Philippine Peso (PHP) atau IDR 100 seperti
Malaysian Ringgit (MYR). “I hope, in the
future Indonesian government will cut the zero”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar