Sebagai
seorang pemandu wisata khusus asing (kadang-kadang melayani domestik juga),
saya pernah melayani beberapa klien yang di Eropa sono, sangat terkenal. Sebut saja Boss Jaguar, Boss perusahaan kaca
asal Belanda, dan salah satu Boss Google dari Switzerland (Swiss). Diantara
mereka ada yang ramah, ada juga yang menyebalkan. Tetapi , entah mengapa selama
membawa tamu domestik, saya belum pernah mengalami kejadian serupa. Padahal kan pingin.
Kayaknya asyik gitu lho, bisa jadi cerita tersendiri. Teman baik saya pernah membawa Aming yang katanya nice dan baik, sedangkan teman-teman yang lain pernah juga membawa beberapa artis ibu kota dengan segala suka-dukanya. He he. Bisa dimengerti, sangat jarang artis menggunakan jasa pemandu wisata.
Kayaknya asyik gitu lho, bisa jadi cerita tersendiri. Teman baik saya pernah membawa Aming yang katanya nice dan baik, sedangkan teman-teman yang lain pernah juga membawa beberapa artis ibu kota dengan segala suka-dukanya. He he. Bisa dimengerti, sangat jarang artis menggunakan jasa pemandu wisata.
Mayoritas
cukup rental mobil + sopir, atau menghubungi teman yang tinggal di Jogja, lalu
berharap si sopir atau si teman ini bisa menjelaskan banyak hal. Kalau soal
tempat makan dan minum enak, memang mereka bisa sih apalgi jaman internet kayak sekarang. Akan tetapi bila berkaitan dengan
sejarah dan menjelaskan destinasi – destinasi wisata penting seperti Candi Prambanan,
Candi Borobudur, Kraton dan Tamansari, itulah tugas pemandu. Yah, walaupun
belum pernah membawa artis atau orang terkenal dalam negeri, saya ada
pengalaman berkesan bertemu dengan salah seorang artis yang sekaligus idola
saya, ketika melakukan pekerjaan sebagai pemandu.
Bertemu idola
itu menyenangkan, bagi siapapun. Apalagi jika kita berpapasan dengan idola saat
traveling, itu berkah takdir guys.
Soalnya saya tidak percaya dengan yang namanya kebetulan. Selalu ada maksud
dari Tuhan mengapa kita dipertemukan dengan si ini, ataupun si itu. Kayak
pendakwah saja ya? He he.
Bahkan ketika
masih kuliah, apabila ada suatu seminar yang pembicaranya juga termasuk idola saya, saya selalu
antusias. Lebih keren lagi jika si pembicara ramah, dan mau diajak foto bersama. Bangga dan senang rasanya. Tetapi
yang paling penting menurut saya, kita bisa memetik sesuatu yang bermanfaat
dari ide-ide atau visi yang mereka sampaikan.
Semisal Ahmad
Tohari, ketika berkisah bahwasanya dahulu, ternyata dia adalah orang yang kesulitan menuangkan gagasan atau konsep dalam suatu
bentuk tulisan, apakah itu artikel, cerita pendek, puisi maupun novel. Seorang
Ahmad Tohari guys, yang sudah menelurkan karya masterpiece seperti Ronggeng Dukuh Paruk
alias Sang Penari ternyata dulunya seperti itu.
Dengan sangat
yakin beliau berkata “setiap orang bisa
menulis, tetapi untuk menjadi penulis handal, kita harus banyak berlatih dan
setiap orang memiliki proses yang berbeda”. Memang ajib bener deh!. Pernyataannya seperti yang dinarasikan oleh Chef
Gustav di film Rattatouile-nya Dreamworks. Bedanya, kalau difilm ini tentang
memasak, dan Chef Gustav percaya bahwa “everyone
can cook”. Inspiratif!
Berbicara
tentang inspiratif, sama halnya ketika Trinity "The Naked Traveler” datang ke
Yogyakarta, saat Book Fair di Gedung
Mandala Bhakti Wanitatama pada tahun 2013 silam , merupakan sosok yang
inspiratif. Trinity adalah idola bagi remaja atau siapapun yang suka
jalan-jalan, dan karena buku-buku karyanya itulah banyak mengubah cara pandang
saya tentang traveling. Membuat saya
lebih berani dalam mengambil langkah kedepan. Dan syukurlah, Trinity juga
orangnya ramah dan mau diajak foto bersama. He he.
Siapa sangka,
saya bertemu lagi dengan Trinity dengan cara unexpected. Saya masih ingat betul, saat itu sore hari tanggal 8
Oktober 2015. Pada hari itu, jadwal saya bersama tamu cukup padat. Pagi hingga
siang hari saya membawa tamu ke Museum Sonobudoyo, Kraton, dan Tamansari hingga
masjid bawah tanah,kemudian dilanjutkan ke Candi Prambanan sebagai pamungkasnya
sambil menanti sunset dari angle tertentu.
Sedang asyik-asyiknya
saya menjelaskan kepada tamu, tentang Kisah Ramayana dan beberapa relief Dewa Lokapala di Candi Syiwa
(Prambanan), saya melihat wajah yang tidak asing.
“Mbak
Trinity?” sapa saya. Trinity sedikit kaget melihat saya, mungkin dikiranya di
Prambanan tidak ada yang mengenalinya. “Iya” jawabnya pendek. Langsung saja
saya kenalkan ke Andrea Holetzki dan Raphael Leiteritz. Jujur, saya lupa nama
asli Trinity. Saya hanya ingat nama belakangnya, Hutagaol.
“ This is Trinity, the most popular traveling
writer in Indonesia” semangat dan sumringah
karena bisa berpapasan langsung. “Mbak Trinity, this is my clients from Zurich”.
“Oh,
Switzerland!” kata Trinity. Dan, seperti kebiasaan orang Indonesia pada
umumnya, khususnya saya, maka saya minta Trinity untuk foto bersama dengan tamu
saya. Sama saya juga laahh. Masak
kesempatan langka begini tidak dimanfaatkan. He he. Setelah berbasa-basi, kami
berpamitan. Trinity melanjutkan jalan-jalannya di Prambanan. Saya pun demikian.
Saat berpamitan, saya bilang begini.
“Saya mau
kasihkan buku mbak yang edisi bahasa Inggris ke tamu saya untuk oleh-oleh”. Dan,
itu benar-benar saya lakukan pada hari berikutnya. Ketika saya dan tamu sampai
di Hotel Tugu (Malang) , setelah check in
, buku Trinity saya berikan.
“This is the book I’ve told you yesterday. I
am so proud could give this book to you, Andrea and Raphael” semangat 45. Sontak
saja, mereka kaget sekaligus senang. Karena setelah pertemuan dengan Trinity,
saya gencar melakukan promosi ke mereka. Di Malang , ada free day 1 hari. Jadi, saya pikir pasti mereka punya banyak waktu
luang untuk bersantai, minum kopi atau teh sambil membaca buku. Eh,
apa yang saya perkiraan menjadi kenyataan.
Keesokan
harinya jam 10.20 WIB, Raphael mengirim foto via Facebook , Andrea lagi asyik
membaca Trinity-The Naked Traveler “Across The Indonesian Archipelago” sambil
tersenyum. Raphael bilang, Andrea sangat suka bukunya dan dia ketawa-tawa
sendiri. Bukunya sangat informatif, jujur, dan menghibur. Sekali lagi mereka
mengucapkan terima kasih. Lalu, saya balas pesannya.
“My pleasure, Raphael. I am so glad can
introduce you many things about Indonesia”
Ini adalah
kedua kalinya, saya memberikan buku
Trinity ke klien. Pertama kali saya berikan kepada Mr. Siah, Big Boss perusahan
kontraktor asal Singapura. Tamu ini juga sangat berkesan. Setelah 3 hari
berwisata di Yogyakarta bersama rombongannya, saya berikan buku Trinity dengan harapan, dia dan grup nya datang lagi ke Indonesia
untuk berwisata ditempat yang lain.
“This book for you sir, I hope you come back
again to my country for other destinations. It doesn’t matter with me or not”
percaya diri. Dan, selepas Mr.Siah beserta rombongannya ke Jogja, beberapa
bulan kemudian mereka ke Indonesia lagi guys,
tepatnya ke Bali.
Kembali ke
Andrea dan Raphael. Setelah mereka pulang ke Zurich, dan selesai membaca buku
Trinity, mereka ingin kembali lagi ke Indonesia untuk berwisata di pulau-pulau
yang lain. Sebagai pemandu, saya sukses. Gara-gara buku Trinity, mereka ingin
tahu lebih dalam segala hal tentang Indonesia, kemudian mereka membeli dua buku
baru lagi yaitu tentang Gunung Krakatau dan Jamu. Teruslah berkarya Trinity.
Dan teruslah dicetak untuk edisi bahasa Inggris-nya. Itu penting banget untuk
promosi. Trust me, It works!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar