(Hari Ketiga : Wisata Kampong Ayer)
Dari empat
besar bahasa daerah di Brunei Darussalam (Brunei Muara – Temburong- Tutong –
Belait), peranan Bahasa Melayu adalah lingua
franca , selayaknya Bahasa Indonesia guys.
Pantas saja, ketika Bang Lani ngobrol dengan kawan-kawannya menggunakan bahasa
daerah mereka, kami hanya mlonga-mlongo
. It
is totally different than Bahasa Melayu. Ibaratnya kalau di negara kita,
bagaikan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Madura guys. Setelah puas
mengunjungi Masjid Omar Ali dan istirahat, keesokan harinya kami pergi ke Kampong Ayer (Kampung Air).
“Wah seperti di Banjarmasin ya?” komentar saya
spontan, saat kami tiba di dermaga. Halim yang mendengar langsung mengangguk,
mengingat ibunya asli Banjarmasin. Di dermaga, Bang Lani langsung menyewa traditional boat bermesin diesel untuk
kami. Duh, jadi gak enak. Niat kami ingin iuran, eh malah ditraktir. Makasih ya Bang Lani? He he. Memang kalau sudah
rizki tidak akan kemana ya guys.
Ditraktir seperti ini oleh Tuan Rumah, maka sayapun berniat dalam hati akan
memberikan tip untuk si pemilik boat,
Bang Haji namanya. Tapi bukan Bang Haji Rhoma Irama ya? he he. By the way, saya bukanlah traveler yang anti tip.
Saya adalah
seorang guide, dan dalam dunia
pariwisata tiping adalah hal biasa.
Apalagi saya sudah berjanji dengan diri saya sendiri, untuk menjadi seorang traveler yang baik. Apabila mendapatkan
pelayanan bagus, saya pasti memberikan tip
yang bagus. Kata siapa traveler dari
Indonesia tidak mampu nge-tip?.
Walaupun saya traveler biasa, tapi
kalau nge-tip ke local guide, saya mampu ngasih
lebih besar daripada traveler dari
Singapura atau Perancis yang terkenal pelit (kebanyakan kasus seperti itu).
Dalam hati, saya membatin. “Bang Haji,
this is your lucky day”.
Lima orangpun
memenuhi boat, dan eksplorasi Kampung
Air dimulai. Kesan pertama saya mengamati Kampung ini, awalnya biasa saja.
Maklum guys, di Indonesia negara kita
tercinta, Kampung seperti ini ada banyak. Cobalah kunjungi Sungai Musi Rawas di
Sumatera Selatan, atau Banjarmasin di Kalimantan Selatan. Perbedaannya, kalau
di Brunei tidak ada Pasar Terapung alias Floating
Market. Tetapi alangkah terkejutnya saya, ternyata memang bagus guys Kampung Air di Brunei ini.
Gimana
enggak?. Disini ada sekolahan yang besar, musium, rumah sakit, masjid, dekat
Istana Lama, dekat Istana Nurul Iman, dan setiap rumah ada AC serta TV. Modern lagi perkampungan-nya, dan jauh
dari kesan kumuh guys. Disamping itu,
untuk menambah keindahan, banyak yang menanam bunga didalam pot dan diletakkan
didepan rumah masing-masing. Sayangnya, banyak traveler dari Indonesia ke Brunei, hanya mendatangi Kampung Air
Lama. Padahal, disebelah barat ada permukiman Kampung Air Baru yang paling
bagus bangunannya.
Dari informasi
yang kami dapatkan, dibangunnya Kampung Air Baru ,dikarenakan sebagian Kampung
Air Lama kebakaran. Lalu, Sang Sultan segera membangun permukiman baru bagi
warga yang menjadi korban. Baik banget
ya?. Kelemahan Kampung Air Lama adalah antara rumah yang satu dengan yang lain
terlalu dekat, sehingga bila terjadi arus pendek atau faktor human error, memang sangatlah fatal akibatnya. Yang saya salut,
perhatian Sultan Brunei kepada rakyatnya
ini, sangatlah bagus. Kebaikan Sultan
Brunei Ini, mengingatkan saya dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X di
Yogyakarta.
Setelah erupsi
Gunung Merapi pada tahun 2010, Yogyakarta banyak mendapatkan bantuan dana baik
dari dalam maupun luar negeri. Atas kebijakan Pak Sultan, dibuatlah suatu
pemukiman baru yang aman dan jauh dari rute lava atau istilah beken-nya adalah relokasi , bagi warga
yang terdampak erupsi. Selain itu, setiap keluarga mendapatkan jatah sapi 1
ekor. Total ada 3000 sapi guys!.
Walaupun rumah yang dibangun tidak 100% jadi, namun sudah layak huni. Wajar
apabila saya membandingkan, karena di Indonesia juga masih ada satu sultan yang
berkuasa. Baik Sultan Brunei dan Sultan Jogja, menurut saya sama-sama responsif
dan peduli dengan rakyatnya. Bravo.
Lagi
asyik-asyik-nya saya merekam video,tiba-tiba kami merasakan speed boat melaju semakin kencang dan
kencang!. Kamipun kaget, lalu berpegangan dan teriak-teriak guys. “Oh my God! Bang Hajiiii pelan-pelan Bang Haji!!”. Yang paling heboh
adalah saya dan Halim, sedangkan Asep dengan wajah pucat pasi hanya diam dan
berpegangan erat. Wah ini gimana kalau speed
boat-nya terbalik,bakal rusak semua ini kameranya. Apalagi Bang lani
bercerita, bahwa Kampung Air dulu banyak buayanya. Gimana enggak ngeri coy!.
Teriakan kami
tidak digubris. Wealah asem tenan!. Bang
Haji bukannya memperlambat , malah semakin dipercepat sehingga hampir setengah
badan boat terangkat, dan
guncangannya cukup keras. “Waaaaa!! Ampun
Bang Haji!! Ampun!!” saya yang paling histeris. Sungguh memalukan kalau
ingat peristiwa itu. Kemudian saya sempatkan untuk menoleh ke belakang. Bang
Haji dan Bang Lani tertawa terkekeh-kekeh!.
Wuahh, sialan!. Kami dikerjain
ternyata. Mana baju kami pada basah lagi.
Benar-benar
kurang kerjaan ini Bang Lani, tetapi saya paham maksudnya. Bang Lani ingin
memberikan kesan yang memorable
kepada kami. Setelah puas mengeksplorasi Kampung Air Lama dan Baru, perut
kami terasa lapar. Kemudian, sebelum
menuju ke Yayasan Hassanal Bolkiah yang nota
bene merupakan bangunan mal terkenal di Bandar sri Begawan, saya memberikan
tip kepada Bang Haji. “Thank you very much Bang Haji, and this is
for you!” saya memberikan uang 1 lembar yang nilainya (rahasia). He he.
Untuk satu atraksi wisata, tip yang
saya berikan sangatlah bagus. Turis Singapura pun lewat. Bang Haji tersenyum dan bilang “Terima kasih nak!”.
“Gimana bro? bagus kan bro? suka kan?” Bang Lani
senyam-senyum dan tertawa geli.
“Bagus Bang
Lani!” saya acungkan jempol. Wajah saya pucat saat itu. Sport jantung!. Kampung Air adalah eksplorasi wisata perkampungan
atas air terbaik, yang pernah saya rasakan. Very,
very recommended destination guys.
bersambung