Masih soal
tanggapan saya terhadap tulisan Trinity “The Naked Traveler”, yang teman-teman
bisa mengecek langsung di link ini http://naked-traveler.com/2016/02/10/mengintip-program-pariwisata-negara-tetangga/ . Pada tulisan saya sebelumnya, telah saya jabarkan suatu tanggapan terhadap 4 negara
besar penarik wisatawan asing di kawasan Asia Tenggara, yang mana Indonesia
adalah juara keempat dengan perolehan 10.47 juta wisatawan mancanegara (Sumber: Badan
Pusat Statistik).
Mungkin Pak
Arif Yahya selaku Menteri Pariwisata, baru mendapatkan data sementara dari BPS
(Badan Pusat Statistik), ketika beliau bilang bahwa ada 10 juta wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia sepanjang tahun 2015, saat press conference pada tanggal 22 Januari
di event ATF (ASEAN Tourism Fair) 2016, Manila,
Filipina. Teman-teman boleh download
video di Youtube tentang ATF dan sudah beredar banyak video menarik yang wajib dikoleksi, khususnya
bagi kalian yang suka jalan-jalan. Jadi, kalau ketemu orang lokal di suatu
negara, kita bisa menjelaskan kekuatan pariwisata kita dan posisi negara kita
di kawasan ASEAN. Menjadi smart traveler itu mudah kok, asalkan rajin-rajin mencari
informasi saja. Thank you very much Youtube!.
5. Vietnam
Vietnam masih harus belajar
dari Indonesia soal pariwisata. Jumlah wisatawan asing ke negara ini adalah7,9
juta/tahun dengan mayoritas turis dari Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang.
Vietnam itu bagi saya hanya 2 saja destinasi pentingnya yaitu Halong Bay dan
Danang. Adapun Ho Chi Min City paling hanya 1-2 hari saja turis asing
menghabiskan waktunya disini (mayoritas hanya 1 hari). Mau ngapain lama-lama? Mau lihat wisata macet? Mendingan Jakarta!. Vietnam
masih jauh kalau mau mengalahkan Indonesia dalam pariwisata. Ini saya ada
cerita menarik guys.
Saya selalu curious alias kepo kalau servis tamu asing, saya pasti tanya sudah ke negara mana
saja, dan memang dari lebih 100 tamu yang saya layani sejak tahun 2013
rata-rata sudah pernah ke Vietnam. Alasan utamanya adalah murah – meriah,
walaupun mayoritas tidak suka dengan sistem transaksi jual – belinya. “It is very ridiculous, because you buy
something with USD and then you will get Vietnam Dong?” kurang lebih
begitulah komentar mereka. Yah, Vietnam Dong memang paling hancur nominalnya di
kawasan ASEAN. Bahkan, hanya satu atau dua Money
Changer saja yang menjual Vietnam Dong di Yogyakarta, itupun sedikit sekali karena hampir tidak ada
peminat.
Atraksi tambahan yang menarik
(kata bule) adalah mencoba Kopi Vietnam. What?
Vietnam Coffee?. Itu para bule,
harus mencoba Indonesian Coffee
(Mandailing Coffee, Aceh Coffee, Gayo Coffee, Lampung Coffee, Lahat Coffee,
Java Coffee, Bali Coffee, Flores Coffee, Toraja Coffee, dan West Papua Coffee).
Memang Vietnam saat ini sedang terkenal akan kopinya, lalu muncullah brand Kopi Vietnam yang bagi saya lebih
enak dan nendang Java Coffee, Mandailing Coffee, Bali
Coffee atau Toraja Coffee. Ada
kisah soal kopi Vietnam ini. Based on
true story (cielah).
Pada tanggal 19 Maret – 2 April
2015, saya membawa tamu spesial dari Jerman berjumlah 5 orang. Mereka
tergila-gila dengan alam Jawa dan hampir setiap tahunnya ke Indonesia apakah
itu Jawa, Bali, Toraja, Komodo, dan lain-lain. Tidak tanggung-tanggung, 2
minggu saya bersama mereka dengan destinasi Jawa Timur (Batu – Malang, Jember,
Tanjung Papuma, Pulau Sempu, Bondowoso, Kawah Ijen, dan Banyuwangi), lalu
terakhir saya drop ke Bali. Salah
seorang tamu saya, ternyata punya andil mempopulerkan Kopi Vietnam di Jerman.
Saat masih muda, dia ke Vietnam dan meneliti bagaimana agar Vietnam dapat
meningkatkan produksi kopinya.
Saat kami melewati perkebunan
kopi arabika di Kabupaten Bondowoso - Jawa Timur, dikarenakan hujan deras dan
angin kencang, berhentilah kami disuatu kedai sederhana. Kami semua memesan
kopi arabika yang orang sana menyebutnya Kopi Ireng alias Black Coffee.
“Oh, lekker (enak)!” kata tamu saya yang peneliti itu. Padahal, yang dia
minum baru yang biasa (kualitas kedai), bukan Java Arabica Coffee yang premium!.
Nah, di momen seperti inilah saya menjelaskan kepada tamu bahwa Java Coffee sudah terkenal sejak ratusan
tahun lalu, sejak jaman kolonial Belanda, jauh sebelum Vietnam menanam kopi
tentunya. Tapi soal produksi sekarang ini, memang Indonesia kalah sama Vietnam
namun bila soal kualitas, Indonesia is
the best!. Teman yang satunya menimpali, sebut saja inisialnya G.
“You know Yoga, all of this because of him!”
“I am so sorry Yoga” respon si peneliti kopi.
Saya yang mendengar
hanya tersenyum dan ketawa saja. Si peneliti ini bilang memang rasa Kopi Jawa
ini berbeda. Kopi Vietnam itu mild
(saya sering mendengar alasan seperti ini). Kopi itu seperti anggur untuk wine, apabila ditanam ditanah yang
berbeda, maka rasanya pun berbeda. Apalagi di Tanah Jawa ini yang banyak sekali
gunung berapi, menyebabkan kualitas kopinya unik karena tanahnya sangatlah
subur. Kopi pun jika diolah dengan teknik yang berbeda, menghasilkan cita rasa
yang berbeda pula. Coffee is not as
simple as you think for the philosophy, and for the taste Indonesian Coffee is
number one. Pada dialog terakhir kami, saya berkata.
“You should try Bali Coffee” sambil tersenyum puas.
6. Filipina
Sama sebagaimana halnya
Vietnam, Filipina harus belajar kepada Indonesia soal pariwisata. Turis asing
ke Filipina hanya sebanyak 5 juta/tahun yang kebanyakan berasal dari Korea
Selatan, Amerika Serikat dan Jepang. Orang- orang Korea dan Jepang juga sudah
lama menjadikan Bali sebagai destinasi favorit, dan Yogyakarta serta Jawa Timur
(Bromo) sedang naik daun untuk destinasi kedua mereka. Kalau Amerika Serikat
hanya berminat dengan Bali dan Yogyakarta saja. This is homework for Indonesian government.
Kelebihan Filipina adalah
warganya yang mayoritas bisa berbahasa Inggris dengan baik. Pariwisata Filipina
memang menarik dan berkembang, mengingat negara ini juga kepulauan seperti
Indonesia. Pemerintah Filipina tau persis kelebihan mereka, maka tidaklah heran
jika scuba diving tourism sedang
digalakkan.
Ada satu fakta menarik, pada
tahun 2015 tetapi saya lupa bulan apa, namun saya ingat kontennya dari koran
yang saya baca bahwa pemerintah Filipina mengirim tim pariwisata mereka ke
Pulau Bali untuk belajar bagaimana memanajemen dan mempromosikan pariwisata,
mengingat Bali dianggap sukses oleh pemerintah Filipina dalam mengembangkan
berbagai macam pariwisata.
Apalagi Bali, pada tanggal 24 – 27 November
2013 juga sukses menggelar World Culture Forum (check on Youtube please). Bali memang tempat belajar yang tepat
untuk Filipina, lha wong Yogyakarta
juga belajar beberapa hal dari Bali. The
last but not the least, Bali is fun destination. Jadi, memang cocok dengan
slogan pariwisata Filipina, “It’s more fun in the Philippines”. So Philippines, Be a good student.
7. Kamboja,
Myanmar, Laos
Turis asing yang datang ke tiga
negara ini antara 3 – 4 juta/tahun. Kamboja dengan slogan pariwisata “Kingdom
of Wonder” ini kalau tidak ada Angkor
Wat dan Bayon serta kompleks candi yang lain, tidak akan dikunjungi turis.
Sistem transaksi jual –beli nya sama-sama menjengkelkan seperti di Vietnam
(bikin tekor!), tetapi saya respect
dengan negara ini, karena masih ada hubungan antara Jayawarman II (salah satu Raja
Khmer) dengan Dinasti Syailendra yang membangun Borobudur. Penasaran kan?. Bagi guide Yogyakarta, mengunjungi Angkor Wat adalah suatu keharusan
demi professionalism. Intinya Jawa
dan Kamboja itu memiliki hubungan yang cukup erat dan panjang (bagi anak
sejarah pasti tau).
Saya pernah membawa tamu VIP
dari Kamboja pada tahun 2015, seorang Boss Travel Agent berkebangsaan Perancis.
Apa komentar dia tentang Borobudur dan Prambanan? “So well preserved and amazing” itulah katanya, dan saya masih
ingat betul akan hal ini. Dia bilang Angkor Wat sekarang sedang mengalami
persoalan serius apakah itu kondisi batu, pembatasan turis bagi yang ingin naik
keatas, dan lain-lain.
Sangat-sangat berbeda jauh
dengan kondisi Prambanan dan Borobudur yang masih bagus dan terawat. Saya
jelaskan bahwa baik Prambanan dan Borobudur menggunakan batu andesit alias lava stone yang sangat kuat, kokoh,
keras, serta tahan lama (he he). Walaupun Borobudur dan Prambanan lebih tua
daripada Angkor Wat, tetapi kondisi candi dan kualitas batu, juga perhatian dan
perawatan dari pemerintah, serta kerumitan dan detil ornament carving technique 3D-nya, lebih unggul disini.
Soal Myanmar dengan slogan “Let
the Journey Begin”, yang menarik adalah Bagan dan Pagoda Shwedagon. Sudah itu
saja. Sebenarnya ada 3 jalur darat untuk masuk ke negara ini dari Thailand,
tetapi turis dilarang masuk lewat jalur darat, melainkan harus naik pesawat guys, atau cruise (duit darimana coba). Untunglah, pemilihan umum tahun 2015
Aung San Su Kyi menang. Semoga, Myanmar lebih open terhadap turis kedepannya.
Laos? “Simply Beautiful”
merupakan slogan pariwisatanya. Negara ini jauh dari kata maju guys. Wisata andalannya hanya Vientine
dan Luang Phrabang. Keindahan lanskap dan alamnya merupakan jualan utama dari
Laos. Ketiga negara ini masih berkembang akan pariwisatanya dan memiliki
potensi masing-masing. Dan of course, harus banyak belajar dari negara tetangga
terdekat mereka, Thailand.
10. Brunei
Saya sudah ke Brunei tahun 2014
yang lalu, dan 6 hari 5 malam di negara ini bersama teman-teman. Pariwisata Brunei
dengan slogan barunya “a Kingdom of Unexpected Treasures”, bukanlah jualan
utama Brunei, melainkan bisnis perminyakan itulah andalannya. Pariwisata itu
penting tapi gak penting, hanya pelengkap saja. Akan tetapi bukan berarti
negara ini tidak menarik untuk dikunjungi. Wisata Brunei adalah wisata religi,
alam, dan budaya. Wisata minat khusus bagi teman-teman yang beragama Islam
ataupun tidak.
Yang jelas kalau ke Brunei,
jangan hanya ke Kampung Kianggeh karena warga asli Brunei bukan disana tempat
berkumpul-nya. Kampung Kianggeh memang cocok untuk wisata kuliner yang murah ,
jadi tidak heran kalau tempat ini favorit bagi para imigran apakah itu dari
Indonesia, Filipina, India, ataupun negara-negara lain.
Memang benar, saat Hari Raya,
Sultan Hassanal Bolkiah membuka open
house sehingga siapa saja bisa bersalaman dengan orang yang paling berkuasa
di negara ini. Di Yogyakarta pun sama, Sultan Hamengkubuwono X juga menggelar open house untuk masyarakat. Jadi,
tidaklah heran jika negara ini paling terakhir untuk prestasi pariwisatanya.
Untuk merasakan kehangatan warga asli Brunei memang enaknya punya teman Brunei,
kalian akan merasakan keramahan khas orang Asia Tenggara.
ASEAN
for ASEAN
Indonesia mendapatkan tema
promosi spa and wellness untuk ASEAN,
Singapura untuk cruise tourism, dan
Malaysia untuk adventure travel. Saya tidak protes Indonesia mendapatkan tema spa and wellness karena memang spa di
Bali adalah salah satu yang terbaik di dunia (atau yang terbaik), tetapi kenapa
Malaysia dapat adventure travel? Saya
tidak habis pikir. Indonesia itu surganya untuk adventure travel, dan sekedar informasi teman-teman.
Kawah Ijen,Bondowoso,East Java, Indonesia (taken by Raphael Leiteritz from Switzerland)
Tim Volcano Discovery yang tersohor di dunia
untuk wisata alam, petualangan, dan gunung api, salah satu orang pentingnya
adalah dari Indonesia!, dan markasnya di Indonesia adalah di Yogyakarta. Semoga
pada kesempatan berikutnya Indonesia mendapatkan tema spa and wellness serta adventure
travel. It is homework for Indonesian government.
Semoga pada kesempatan ATF
(ASEAN Tourism Forum) berikutnya, Menteri Pariwisata Indonesia (siapapun itu)
memaparkan program-program andalan pariwisata kita. Sebagai orang lapangan,
saya dan teman-teman di Yogyakarta hanya berharap yang terbaik untuk pariwisata
kita, bekerja sebaik mungkin dan turut membantu mempromosikan pariwisata
Indonesia.
Catatan: Mbak Trinity “The Naked Traveler” menuliskan,
“Menurut saya sih hitungan jumlah turis asing yang masuk itu masih diragukan.
Ada yang menghitung jumlah penumpang pesawat dari luar negeri, ada yang
menghitung dari jumlah cap masuk WNA di imigrasi, ada yang berdasarkan jumlah
WNA yang menginap di hotel minimal semalam, ada yang membedakan antara WNA yang
datang sebagai turis atau bisnis”. Saya setuju sekali. Angka-angka yang
dipaparkan oleh setiap negara pada ATF 2016 di Manila, hanya salah satu
referensi kita untuk melihat gambaran pariwisata di setiap negara.